After A Year
Hai, akhirnya kita bertemu lagi!
Tak banyak yang berubah dari kamu. Sudah berapa lama sih
kita tidak bertemu? Hmm…tiga bulan? Satu semester? Satu tahun? Hmm…rasanya yang
terakhir lah yang benar. Tahun lalu kita menyesap kopi kamu tidak seperti ini. Sebentar,
coba saya lihat.
Kamu sekarang agak gendut. Atau itu efek jaket?
Agak tinggi juga. Eh emangnya di umur segini kamu masih bisa
tumbuh?
Ah, kulitmu agak putih. Ciee…perawatan, ya?
Sebentar, kamu ngerokok? Nggak? Hmm…kok bibirmu menghitam. Tapi
it doesn’t matter. Hehehe…
Ayo lekas ceritakan tentang hidupmu, saya masih punya banyak
waktu. Benar, coba deh tanya pada waitress itu, pastikan jam berapa tempat ini
tutup. Jam 11 kan? Nah, ayo cepat saya nggak sabar pengen tau hidupmu sekarang.
Ealaahh…disuruh cerita kok malah kita berantem sih?! Nggak
capek berdebat terus dengan saya? Wait up, tunggu…tunggu…coba deh rasain, sejak
dari keberangkatan baru ini ya kita bertengkar? Wah, kemajuan! What a great
moment! Jarang-jarang tuh kita bisa begini. Jalan akur, ngomong baik-baik, dan
bernegosiasi dengan ago sendiri.
Baik?
Benarkah?
Kamu senang kita begini? Kamu nyaman?
Saya kok nggak, ya?
Saya baru sadar, kalau saya nggak suka kita begini. Kita yang
halus dan saling pengertian. Kita yang tersenyum dan saling mendengar. Kita
tidak begini. Ini bukan kita!
Kita liar. Kita bertengkar. Kita saling membunuh. Kita adu
kekuatan. Bukan duduk seperti ini, saling mendengarkan dan memberikan
pengertian. Apa-apaan! Ke mana kebrutalan kita? Yang biasanya saling menyakiti,
saling menusuk, saling menjatuhkan, dan…saling memaklumi.
“Tolong jadi
pendengar. Be assertive! Jangan keras kepala begini!” begitu lah katamu
setahun lalu. Saya rindu. Saya ingin ditusuk lagi dari depan, bukan diobati
dari dalam. Saya ingin disayat, bukan diperban. Tolong, jangan menjadi orang
baik. Jangan pernah!
Setahun banyak mengubah. Perilaku, pemikiran, dan…perasaan. Pengalaman
bersama waktu lah yang menempa saya di sana dan mengubahnya begini. Apakah mereka
berdua berkerja dengan cara yang sama pula kepadamu? Menempamu? Mengubahmu?
Menjinakkanmu? Menjadikanmu patuh kepada egomu untuk saya atau saya lah yang
melumpuhkan kerimbaan ini?
Oh come on, let’s talk another topic. Something that we can
fight, could we?
Ayo coba. Ayo! Coba! Coba! Coba!
Bangke! Nggak bisa!
Kenapa sih susah amat buat kita berantem sekarang? Apa karena
suasana tempat ini? Temaram neon kuning dan musik jazz? Bukan kah setahun yang
lalu pun sama?
Saya benci menjadi asertif begini. Saya benci kalau harus
membuka pikiran dan menyilahkan hati untuk sedikit mengerti kamu. Tidak bisakah
saya mencintaimu lagi kini seperti dulu dengan skeptis dan kritis?
Saya rindu menolakmu mentah-mentah. Karena darinya, saya
belajar untuk lebih mengerti kamu.
Saya rindu membantahmu terang-terang. Karena darinya, saya
belajar untuk lebih menerima perbedaan kita.
Saya rindu meragu sembunyi-sembunyi. Karena darinya, saya
belajar untuk lebih mempercayai kebohongan.
SIALAN, KENAPA KITA BERUBAH JADI ORANG BAIK? APAKAH USIA
YANG MENGIKIS EGO KITA SEHINGGA MENCIPTA RASIONAL UNTUK MEMAKLUMI PERBEDAAN DI
ANTARA KITA?
KITA HARUS BERANTEM. KITA HARUS BERTENGKAR.
“Tidak bisa kah kita
saling mencintai dengan cara yang baik? Tidak bisa kah kita duduk dan bicara
tenang sebentar? Cooling down your mind” begitu juga katamu setahun silam.
TIDAK! TIDAK BISA! Tau kenapa? SAYA TIDAK BISA MENYAYANGIMU
DENGAN TENANG. USIK SAYA. BUAT SAYA GUSAR.
Tapi…
“I am still afraid to
you. Lo masih terlalu liar, gue nggak tenang”.
Fuck! Apa katamu barusan? Kamu masih takut pada saya? Saya
masih liar? Apa sih maksud kamu? Pura-pura buta kalau saya ini sudah jinak?
Pura-pura tuli kalau saya ini sudah tak mampu mengaum? Pura-pura lumpuh kalau
saya ini sudah mengikir kuku untuk mencakar?
Sudahlah jangan
dipaksakan, kalau memang hasrat itu masih ada dia akan mengalir ke muaranya.
Saya diam dan…tunggu…siapa yang barusan bicara?
Kamu tidak bisa
bohong, dia sudah menjadi bagian hidupmu. Jangan hilangkan dia.
Heh, siapa kamu?!
Hanya karena sesuatu
berubah, bukan berarti dia hilang. Buka matamu, coba lihat dia, dirimu, dan
kalian dari sisi yang berbeda. Kenakan lah kacamata yang lain. Cuci lah
lensanya agar kamu bisa melihat dengan jernih.
Kamu siapa?! Jangan berani bicara di belakang! Siapa kamu?!
Sini…kemari…aku ada di
sini. Di bagian terdalam dan tergelap. Tutup matamu, tarik nafas, dan kamu akan
menemukanku.
ANJ…..
“Hey, udah malem. Yuk,
pulang”. Ah, kamu mengagetkan saya saja!
“Yuk”, sambut saya
dari depan kamu dan dari sisi gelap saya.
0 comments: