Jangan (Takut) Jatuh
Tulisan ini dibuat
bukan untuk balas budi. Sumpah!
Those words above are dedicated to my bitch.
Bukan bitches namanya kalau nggak punya dosa. Tapi dari dosa
itulah saya belajar untuk lebih dewasa, lebih memahami, lebih mengerti, dan
lebih menerima. Akhirnya saya sadar, mungkin bagi beberapa orang, jatuh adalah
guru terbaik daripada buku.
Seharian kemarin saya cukup menenggelamkan diri dengan
sastra. Simply, hanya ingin mengobati rasa rindu untuk sedikit berpuitis. Tapi tulisan
ini : “The Best G – M – A, Ever”, meluluhlantakkan semua. Bete sih. Ya iya lah,
gimana nggak, udah setting mood mellow eh ujung-ujungnya serampangan gini
bahasanya.
Kata orang berteman lah dengan orang baik, maka kamu akan
terbawa baik. Anehnya, statement itu expired buat saya. Keempat teman yang
ajaib sama sekali nggak mengubah diri kami masing-masing. Well it runs in a
positive way yaa. Kalau negatif sih tetap aja kebawa. Misalnya yang satu ngajak
bolos, semuanya titip tanda tangan. Yang satu kalap nge-junk food, yang lagi
diet imannya melorot. Apa lagi? Ah, iya! Yang satu bertekad irit sampe akhir
bulan, ujung-ujungnya serombongan gesek kartu sambil ngelus dada. Namanya juga
anak muda. Bisa ketebak sih, akhirnya kita semua makan mie instan selama
istirahat di seminggu akhir bulan.
Balik lagi ke “jatuh adalah guru terbaik daripada buku”.
Begitulah kehidupan berjalan sebagaimana mestinya. Dari jatuh
kita mengerti apa itu sakit sehingga pentingnya menjaga keseimbangan. Sama toh
halnya kayak saya yang harus standing dulu pakai motor di Godean baru ngerti
bawa motor itu nggak boleh ngegas kenceng-kenceng. Nah, sekarang kalau saya
nggak pernah kepleset bawa motor, mungkin saya belajar gimana
mengendalikan gas di tengah jalan.
Namun sebaliknya, jatuh pun bisa menjadi kelas yang tidak
mendidik. Simply, hal itu bisa terjadi kalau kita terlalu meratapi luka. Ehm! Harusnya
saya ngaca sih ngomong begini. Nggak pantes. Lha iya bener, sampai sekarang
saya nggak munafik kalau masih suka galau ala penonton yang joget gaya
cuci-jemur. Tapi…(nah, excuse-nya nih, saudara!) dari galau itu saya produktif.
Kayak sekarang nih, saya bisa nulis.
Well, bukan berarti saat nulis ini saya sedang jatuh. No!
Tapi “kejatuhan” itu seringnya bikin hati seseorang bekerja dua kali daripada
otak. Makannya orang galau itu dipandang nggak rasional kali, ya? Whatsoever,
yang pasti saya senang ketika menyadari hati saya masih bekerja. Oleh sebabnya,
saya selalu (berusaha) bersyukur atas segala luka yang didapat. Terlebih orang-orang
terbaik saya, mereka nggak pernah mengangkat saya dari keterpurukan. Mereka lah
yang memberitahu saya bagaimana caranya berdiri sehingga saya bisa menghargai
arti “keseimbangan” itu sendiri.
Fenomena (blah, fenomena. Ada istilah yang lebih menyenangkan?) di atas
berlaku juga sebaliknya. Saya juga nggak mau serta merta nolong orang yang
jatuh gitu aja. Bukannya balas dendam atau memberi sebanding dari apa yang di
dapat. Justru kebalikannya, saya ingin orang yang saya tolong merasakan betapa
nikmat bangkit dengan kaki sendiri. Kalau butuh pegangan, carilah, tapi bukan
untuk penopang. Your feet are the real foundation.
Within the experience above, di tengah musik yang nggak cocok untuk
mellow, akhirnya mellow itu datang. Rasa ini bukan sedih, bitches. Just trust
me, this tears (biar lo semua pada terharu gue nulis sampe nangis,
nenek-nenek!) are the signs that I am blessed having you, bitches! Whatever the
step we take, saya bangga pernah mengukir dosa dengan kalian. Pernah jatuh dan
nangis najis ala Anjelie di film Kuch-Kuch Hotta Hai.
Now maybe our love will fall behind
And maybe that path won't be so kind
You know that our hands are full now
I won't let you go
We're taking our time each day by day
'Cause I know that road is bound to change
From now on
You lift me up with happiness
You know it's happiness
I wonder when I'll get to see you
I know we lost track but we gotta get on the line
I miss you
You know it's happiness
Yeah open happinessI wanna see you smile forever
I wonder… Where your feet have been?
I can't wait to meet again
All my life the seeds of time have overflowed, and now I know
Those rainy days might bring me down
But life is surely to grow
I bet that you knew
The grass is always greener
Depending on your own point of view
I know it's a mystery
Need something to hit me
It's time to go and get myself in line again
_Open Happines – Monkey Majik
Tadinya mau selagu saya copy-paste liriknya. Tapi kok ya
agak gengges nantiny. Akhirnya setelah di-sortir (typically me, tetap aja
jadinya panjang), tiga bait di atas yang paling menyentuh.
“You know that our hands
are full now” well I thank to God karena telah menempatkan orang-orang tersayang
di dalam genggaman sehingga tidak luruh seperti pasir yang tak mampu ditampung
lagi.
“I know we lost track but
we gotta get on the line, I miss you” well I thank to God
karena membuat saya tersesat. Inilah yang selalu membuat saya back to the
nature. Untuk menyadari dari mana saya berangkat, kembali melihat peta, agar
tak hilang arah.
All my life the seeds of
time have overflowed, and now I know
Those rainy days might bring me down
But life is surely to grow
I bet that you knew
The grass is always greener
Depending on your own point of view
Well I thank to God for every rain which created rainbow
so my life is colorful.
*usap air mata*
*cari hape*
*siap-siap nelfon patjar buat digalauin* (nah kan~)
Juggling, bitches! Saat karantina (udah mirip badak, kan?)
kemarin, seorang instruktur bilang hidup ini kayak orang maen sepeda sirkus sambil
juggling. You must keep your balance while playing the balls. Bolanya sendiri
ada 5; keluarga (termasuk pasangan), teman, kesehatan, keuangan, dan spiritual.
Satu aja jatuh, mungkin nggak pecah tapi retak. And you might guess, yes..it
will hurt you. Bukan kah sakit menggenggam sesuatu yang telah retak?
Bitches, anywhere you are, just trust me, you are in my
hands and I’ll keep you guys in the air.
N.B: Thanks my beloved
meng, the one who provided ears after this all and insisted my blog exists.
0 comments: