31HariMenulis

“Ibu, itu tangannya kenapa?”

11:34 PM Tameila 0 Comments

Kalau gua boleh memilih, lebih baik gua dibuat nangis daripada harus ngeliat anak kecil yang kesakitan di depan gua. Let say kesakitan ini bukan secara fisik, tapi dari perasaannya. Batin mereka. Ada banyak anak-anak yang gua dapatkan sedang menangis dalam jangka waktu lama. Justru bukan karena jatuh atau terluka secara fisik, tapi karena mereka bingung. Mereka nggak tau apa yang dihadapinya sehingga dalam hati bertanya, “apa apa dengan dunia ini?”. Pertanyaan barusan bukan pertanyaan yang sengaja gua buat. Bukan. Tapi itu adalah kalimat yang mewakili kebingungan mereka.

Hari ini gua ketemu lagi dengan orangtua baru. Mereka adalah orangtua dari Aulia. Saat pertama kali gua duduk di samping Aulia, telinga kirinya memakai hearing aid. Hmm...okay, she is deaf. Then, gua kenalan dengan ibunya dan sedikit basa-basi. Nggak lama akhirnya Aulia menyadari kehadiran gua terus dia freak gitu ngeliat gua. Aneh kali ya kok tiba-tiba ada wanita dewasa segini kecenya (benerin kerudung dulu)? Gua sih stay cool aja terus senyum dan nanya nama dia.

Sayang, dia nggak bisa jawab. Dia cuma diem, bengong ngeliatin tampang dan isyarat gua. Memang hari itu dia baru pertama kali belajar isyarat, akhirnya gua finger spelling nama gua.

G.I.T.A,”

Dia bingung. Okay, she doesn’t get what you sign, Git!

Gua mengambil kertas bertuliskan alfabet dan mengulang finger spelling, then alhamdulillah dia paham.
Gita,” sambut suaranya parau.

Ya, gua mengangguk. Kembali gua tanya siapa namanya. Dia bingung. Dia mengambil kertas tadi dan menunjuk huruf per huruf namanya.

A.U.L.I.A”.

Gua tersenyum. Nggak lama dia ngerengek, nyaris nangis malah. Awalnya gua nggak peduli, tapi gua paling nggak tahan dengar anak tantrum. Akhirnya gua melengos penasaran. Mau ngapain sih ini anak?

Gua lihat dia mati-matian ngejelasin maksudnya ke si Ibu, si Ibu juga mati-matian membalas permintaannya. Tapi-nggak-nyambung! Anaknya minta apa, Ibunya nanggepinnya apa. Gua lihat si Aulia desperate, jadi gua dekati dia lalu gua tanya dengan bahasa isyarat. Eh, ngerti tuh..nyambung akhirnya. Ternyata simpel, dia cuma minta uang seribu buat jajan. Terus tragedi si Aulia nangis kedua adalah ketika dia nggak berani jajan sendiri. Setengah keringet dingin dia ngerengek ke ibunya di pintu buat ditemenin, tapi ibunya nggak ngerti. So gua bangun, gua temenin aja tuh si Aulia ke depan. As I said, gua paling nggak tega lihat anak kecil yang nangis karena desperate kebingungan daripada karena dia luka secara fisik. 

Gua bukan deaf. Indeed. Tapi gua pernah merasakan sulitnya menyampaikan sesuatu, terlebih ke orang yang kita sayang, dan itu rasanya sakit banget. Apalagi cuma masalah begini? So sepele, jadi gua nggak mau Aulia terlarut dalam kebingungannya sampai keringet dingin begitu.

Well, kenyataannya hal ini nggak cuma terjadi di Aulia. Masih ingat Dhela? Ya, gadis kecil deaf yang suka nyanyi itu. Barusan gua ngeliat dia asyik menjahit dan seketika ibunya bilang kalau dia udah lulus SD. YIAY! *tiup terompet* After that, ibunya bilang kalau dia mau masuk SMPLB. Gua sih senang-senang aja, tapi iseng gua nanya, “kenapa nggak dimasukkan ke sekolah umum? Dhela kan pinter, pasti bisa ikut pelajaran di sekolah umum”.

Meenn, jawaban ibunya bikin gua speechless.

Nggak apa-apa masuk SMPLB aja, supaya dia paham kalau di dunia ini ada difable beda-beda. Dia harus nerima itu dan paham dari sekarang. Dia jadi lebih sabar”.

Tapi Dhela nggak pernah masalah masuk SLB?” tanya gua masih kepo.

Ibunya tersenyum. “Nggak. Awalnya dia bingung masuk SLB dan nangis?”

Dahi gua mengernyit bingung. “Nangis?”

Iya, dia takut lihat teman-temannya buta dan nggak punya tangan. Dia nangis dan bilang, ‘ibu, itu kenapa nggak punya tangan? Terus itu kenapa nggak bisa lihat?’” si Ibu tersenyum sejenak, “terus saya bilang aja, ‘nggak apa-apa, nggak usah takut. Itu udah kuasa dari Tuhan. Dhela harus bersabar dan bersyukur. Sama Dhela pun nggak bisa mendengar itu istimewa dari Tuhan”.

Wedyaaann, gimana dada gua nggak nyesek dengar begitu? Eh, bukan dengar, lihat deng..kan ibunya berisyarat sama gua.

So what’s the point here?

Gua nyesek aja gitu kalau sering dapat pertanyaan polos dari anak-anak, “kenapa ini begini?”, “kenapa ini begitu?” , dalam tangisannya. I mean, untung kalau saat itu mereka bisa bertemu dengan orang yang mampu menjelaskan. Kalau nggak? Bisa kejebak dalam kebingungan dan ketakutan. Nggak usah jauh-jauh deh, saat ini aja masih banyak kok anak-anak yang ketakutan kalau bertemu dengan anak-anak down syndrome atau cerebal palsy. Ketakutan itu seringnya gua temukan karena mereka menganggap aneh. Padahal apa yang aneh? Kita semua sama kok manusia dan kemampuannya aja yang berbeda.

Karena gua kepo, akhirnya gua menemukan jawaban kenapa beberapa anak ketakutan ketemu anak berkebutuhan khusus (ABK). Simply, it’s caused by kebingungan! Mereka nggak ngerti kenapa Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda dengan berbagai keunikannya. Di sini lah, ada beberapa anak yang frontal bertanya, tapi ada juga yang memendam kebingungnnya sendiri.

Kalau gua harus flash back, gua pernah berada dalam kondisi Aulia maupun Dhela. Gua nggak bisa disebut seberuntung mereka kalau dipertemukan orang yang bisa menjelaskan “keanehan” tadi. But that’s not a big deal anymore, well then dari sana gua sekarang bisa bersyukur kalau setidaknya bisa menjadi orang yang meng-clear-kan “keanehan” di mata mereka.

You Might Also Like

0 comments: