31HariMenulis

Beginner – Pro-League*

11:34 PM Tameila 0 Comments

 Malam ini nyinyirnya teman-teman sekampus lagi kumat. Emang urusan sama orang-orang berprinsip “ya-udah-lah-yaa” kadang bikin bingung, tapi seringnya bikin ngakak. Oh I so miss this crowd, di mana kita bisa menertawakan hidup. Dari ketawa itu, kita bisa tau kegoblokan apa yang udah kita perbuat. Then we’re gonna have a glass or two while shouting, “why so serious?”.

Sebelumnya gua mau ngucapin dulu, “HappyBirthday for my bitches, Lisna”. May all sarcasm lead you to a better life! *cups*

Pulang dari acara birthday surprise Lisna, gua nggak mau ngapa-ngapain kecuali nonton film My Dad’s Six Wives. Well then ternyata si adek kost sebelah nerobos masuk kamar. Dengan PD-nya dia glosoran di kamar gua then,

Mbak, badan gua bau lho”,

“Lha terus? Urusan gua?”

“So sorry ya, mbak”, dia mendesah sebentar, “do’ain gua ya, mbak, gua mau naik sabuk. Minggu depan tes”,

(Oh ya, FYI dia adalah seorang atlit Judo). “Jadi kategori kamu naik sabuk itu kuat dibanting berapa orang?” tanya gua bego.

Bukan gitu. Kalau lo mau naik sabuk, gerakan ngebanting lo harus bener. Terus teman yang jatuh juga harus bener posisinya”,

Gua bengong. Bukan karena bego, tapi gua bingung, “emang jatuhnya orang kita bisa request?”

Bisa, mbak. Jadi kita tesnya kayak kerja sama dengan teman yang dibanting. Dia harus siap kita banting dan harus bisa memposisikan badannya dengan baik supaya kita yang dites bisa naik sabuk”.
Okay. So let say teman kamu yang dites dan kamu diminta untuk jadi partner-nya, jadi kamu harus siap dibanting dan memposisikan diri dengan bagus supaya dia bisa naik tingkat?

Iya”.

“So kamu harus rela sakit badan demi kenaikan tingkat temanmu itu?”

Dia mengangguk. “Nah disitu lah, mbak, letak kesusahannya. Aku sih nggak apa-apa dibanting, tapi susahnya ketika harus melakukan effort dan kesakitan pula demi kenaikan sabuk temanku”, dia menghela nafas, “aku ki masih sulit nrimo kui, mbak”.

Ya mau gimana, kamu harus legowo lha”, jawab gua sok bijak (iya lah, ceritanya kan pencitraan kakak kost yang bijaksana!), “dia kan udah bantu kamu juga untuk naik tingkat, so kamu juga harus sedia”.

“Aku nggak tega sebenarnya ngebanting temanku, karena aku tau itu sakit makannya aku sebisa mungkin selalu banting dia ke dalam posisi yang benar”, dia diam sebentar, “sing sulit dari Judo ki bukan banting-bantingannya, tapi ki aku harus belajar legowo, nrimo sakit demi kenaikan sabuk temanku”.

Nggak lama dia keluar dengan wajah murung. Nah nggak tau kenapa kok gua ngerasa berdosa dia keluar kamar gua mrengut gitu, akhirnya gua teriakin aja, “mandi lu! Biar seger!”.

After all, tiba-tiba gua keinget omongan teman gua lewat Whatsapp. Intinya, “lo harusnya ngasih applause dong untuk newbie, kita sih ngeliatin aja dan kasih selamat karena dia udah naik tingkat”. Kira-kita begitu lha ya, Nyit? (udah, iya-in aja!) Tapi sekarang kalau posisinya di adek kost gua itu gimana? Kita harus sakit dulu demi “kenaikan kelas” seseorang?

As a human being, gua nggak muna. Gua bisa merasa sakit, bahkan seringnya menyalahkan Tuhan daripada harus introspeksi diri. Padahal belum tentu, Tuhan menurunkan derajat hidup gua. Jeleknya, gua suka telat nyadar kalau mungkin aja Tuhan sedang ingin menaikkan tingkat gua. We never know cara Tuhan untuk menaikkan kelas manusia, then mungkin dari rasa sakit itu lah Tuhan mau mendewasakan gua.

Mungkin juga dengan sakitnya kita bisa mendewasakan orang lain. Yes, we never know. Kita ini cuma tangan kedua Tuhan. Mungkin di depan akan dipertemukan dengan yang master sehingga harus belajar dari mereka. Mungkin juga dipertemukan dengan newbie sehingga harus mengajarkan mereka. Tapi yang namanya gua ya, nggak lengkap kali otak ini nangkep pelajaran kalau nggak ada nyinyirnya. So I’m blessed ketika menunda nonton DVD dan mantengin timeline.

Dari game of “Beginner – Pro-League” akhirnya gua sadar kalau harus tertawa. Yes, betapa gobloknya gua kalau sampai terus menyalahkan Tuhan dan tidak bersyukur atas ini semua. Dari sana gua paham kalau gua ini menjadi bagian dari pembelajaran orang-orang yang ada di sekitar gua. Begitu pun mereka, mereka adalah media-media Tuhan untuk gua agar bisa lebih legowo. Whether gua memposisikan diri sebagai Beginner atau pun Pro-League, seharusnya gua sekarang standing applause untuk Tuhan yang so incredible dalam mendewasakan seseorang. Aku. Kamu. Dia. Mereka. Kita.


*Judul terinspirasi dari tweet-nya @amnestimarta
 



You Might Also Like

0 comments: