Free Multilag Ticket

6:12 PM Tameila 1 Comments

Gue nggak pernah tau apa yang Tuhan rencanakan. Rasanya gue menjalani hidup dalam ketidaksadaran. Bagaimana tidak, suatu waktu gue bisa mendapatkan diri bahwa posisi gue kian mendekat terhadap apa yang gue impikan. Lucunya, gue sering mempertanyakan di akhir perjalanan, “inikah destinasi yang gue inginkan?

Orang boleh berkata gue kurang bersyukur atas segala yang gue miliki. Tapi buat gue, rasa berterima kasih sebenarnya adalah ketika gue benar-benar mengoptimalkan apa yang Tuhan berikan. Untuk bisa optimal, gue harus tau mengapa gue mendapatkan ini-itu. Gue enggan berterima kasih tanpa paham asal muasalnya, karena gue percaya everything has a price. Ini bukan masalah perhitungan kepada Tuhan Yang Maha Kaya. Gue hanya ingin menjadi hamba yang tidak sekedar melafalkan “Alhamdulillah”.

Maka darinya gue bertafakur.

Merenung bukanlah aktifitas yang harus lo lakukan dalam keadaan sendiri dan di tempat sepi. Entahlah, bagi gue perenungan bisa terjadi di tempat ramai, bahkan di tengah konser sekali pun. Esensi merenung (menurut gue sih) tidak tercermin pada posisi raga secara fisik, melainkan sebuah komunikasi intrapersonal. Sebuah proses lo mengobrol dengan diri lo sendiri. Mendiskusikan apa yang telah terjadi dan telah diraih untuk menyusun strategi kehidupan selanjutnya.

Hey, why life gets so serious?

Yes, of course! It needs to treat seriously. Hidup gue cuma sekali. Gue tidak pernah tau apakah Tuhan merencakan kesempatan kedua. Untung kalau iya, lalu bagaimana kalau tidak? Apakah gue harus menyia-nyiakan golden ticket ini?

Isn’t it too far to think life is a golden ticket?

Nope, fellas! It’s a real golden ticket. Gue adalah kontestan yang lolos dari ribuan sperma yang masuk ke dalam ovarium nyokap. Bagaimana jadinya kalau benih sperma lain yang berubah menjadi zigot?

Sudah semestinya gue sangat beruntung menggenggam tiket ini. Satu free multilag itinerary sehingga gue bisa singgah di beberapa tempat sebelum sampai di destinasi akhir. Karena golden ticket ini free, maka O/D (origin and destination) ditentukan oleh si Pemilik Tiket, siapa lagi kalau bukan Tuhan. Kewenangan gue hanyalah menentukan rute perjalanan dan mengendarai maskapai. Tapi kekuasaan-Nya tidak berhenti dalam bermain O/D, Dia pun mengarahkan ke mana pesawat gue harus membelokkan sayapnya. Ya, ternyata Dia tidak hanya pemilik maskapai, tetapi juga ATC (Air Traffic Control), bagian yang memandu lalu lintas udara. Dia adalah Pemandu lalu lintas maskapai-maskapai-Nya.

Kemudian baru gue sadari kalau tugas gue hanyalah seorang pilot merangkap sebagai scheduler, selebihnya Dia. Dia lah yang memasok fuel sehingga gue tetap bertenaga untuk terbang. Dia lah yang mendatangkan penumpang sehingga gue tetap mendapatkan teman, meski ada “turun di tengah jalan” dan sebagian kini melanjutkan perjalanan bersama. Dia, Dia semuanya.

This is so fantastic journey! Really!

Sayangnya, gue tidak pernah tau destinasi sebenarnya yang gue tuju. Surgakah atau neraka? Hanya ada dua pilihan, karena adakah dalam kitab seorang hamba berhenti di antara keduanya?

Suatu malam gue bercerita kepada seorang teman tentang perjalanan hebat ini. Betapa banyak tempat yang gue singgahi. Berapa banyak pemandangan yang gue nikmati. Berapa beragam orang yang gue temui. Hingga akhirnya semua pengalaman itu membentuk seberapa handal gue mengudara.

Komentarnya adalah begini:

I see that you’re a pathetic pilot. You seem like flying around, but you don’t keep your soul in flight. You already put your soul in each point. Well, my girl, it’s a shame. In every journey you are only allowed to remember the moment, not making a mark in every airport. You know why? Cause there’s still another plane to be in runway and just take it, you never have a runway. The point is leave the airport and continue your journey”.

Gue nggak pernah menyadari hal itu. Am I marking the path?

Akhirnya gue sadar arti dari sebuah perjalanan. Semuanya tak lebih dari finding and losing. Seberapa banyak hal-hal baru yang lo temuin, kemudian ketika pesawat lo sudah block off, bersiap lah untuk losing the path. Lo harus meninggalkan airport itu dan meneruskan perjalanan. Beda cerita kalau lo enggan beranjak, maka selesai lah perjalanan.

In the journey, all I have is an experience. Kalau sekarang gue memiliki keluarga yang luar biasa, maka akhirnya akan menjadi experience. Keluarga gue adalah milik-Nya. Ketika mereka harus turun dari pesawat, gue tidak lagi memiliki mereka. Gue hanya bisa berujar “pernah terbang bersama mereka”.

Kalau sekarang gue memiliki partner menyenangkan, seorang sahabat sekaligus pecinta yang sabar, maka di destinasi nanti gue hanya bisa bercerita bahwa gue pernah terbang dengan co-pilot yang detail, sabar, integrity, dan penyayang.

Kalau sekarang gue memiliki teman-teman yang banyak, maka saat topi pilot ini harus gue lepas, gue hanya bisa tersenyum betapa bangganya pernah terbang bersama mereka.

I have nothing but experience that comes to memory. Yes, God, it is all yours. And I just feel blessed when you issued this golden ticket for me. Let me continue my flight and do my job as a captain. Keep watching our radar, God, cause there is nothing to do with us except striving our belief (being istiqamah).


Alhamdulillahirrabil ‘alamin”.

You Might Also Like

1 comment: