31HariMenulis
I’m Strong, then I Cry
Apa sih yang paling sulit di dunia ini?
Jujur sama diri sendiri.
Jujur kalau kecewa. Jujur kalau bahagia. Jujur kalau sedih. Jujur
kalau takut. Bahkan jujur kalau jatuh cinta.
Mungkin gua telat karena baru menyadari ini di umur 22. But it’s
okay, someone told me that I’m still young and I’m allowed to make some
mistakes. But remember, I’m not allowed to do the same mistakes. That’s we call
“STUPID”.
Selain belajar untuk jujur pada diri sendiri, gua pun
belajar kalau menangis itu sah. Lumrah. Manusiawi. Normal. What’s more? Come
on, we name it. So whatever it’s called, crying is not a big deal, karena
mungkin dari menangis itu lah kita tahu siapa diri kita, apa yang kita mau, dan
bagaimana seharusnya bersikap.
Sore ini gua membuktikan itu semua. Dari menangis, gua tau
seseorang bisa menjadi lebih kuat SELAMA TANGISAN TIDAK MENYERETNYA KE DALAM
KEPESIMISAN. Thanks Dhela, kamu semakin membuat mbak mengerti hal itu.
Sejak pertama kali gua ketemu Dhela, gua tau anak ini
lincah. Enerjik. Ceria. Talented. Sayang, anaknya agak pemalu. Setiap kali gua
ketemu dia, dengan suaranya yang parau dia berteriak, “mbak Gitaaaa!”. Ah, gua selalu tersenyum dan memeluk Dhela saat itu
juga. Meski gua nggak tuli, tapi Arief pernah bilang kalau butuh effort lebih
bagi tuli ketika harus mengeluarkan suara. Dan ketika Dhela melakukannya kepada
gua, memanggil dan menyebut nama gua dari kejauhan, gua rasa dia melakukan
effort lebih dari dua kali. Mungkin tiga, atau bahkan lima. Gua nggak pernah
tau, so gua nggak punya hal lebih untuk diberikan selain pelukan dan cium di
keningnya. Gua harap itu cukup bagi Dhela.
Then, saat rapat DAC tadi tiba-tiba gua melihat Dhela
berdiri di depan teman-teman tuli. Oh, ternyata dia bernyanyi. Dhela menyanyikan
lagu “Libur Telah Tiba”, lagunya Tasya. Setelah bernyanyi, dia berlari
menghampiri ibunya dan menangis di sana. Gua samperin, kemudian gua tanya, “Dhela kenapa?”.
She didn’t reply, dia cuma menggeleng dan melafalkan kata “malu”
tanpa suara.
Gua elus pipinya dan membiarkan dia menangis di sana. Bukan karena
apa-apa, but I know she needed time to cool down her nervous. After that,
teman-teman tuli lainnya men-support dia. “Jangan
malu”, “Kalau ada kemampuan harus berani”, “Nggak apa-apa, tadi bagus”, dan
lainnya. Perlahan Dhela tersenyum dan
mengangguk pasti. Setelah itu akhirnya dia mau kalau nanti ikut pentas bersama
teman-teman tuli lainnya.
Gua ingat, padahal beberapa waktu sebelumnya gua lihat
betapa sulit mengajak Dhela bergabung dengan teman-teman tuli. Jangankan untuk
nyanyi, berkenalan aja dia ngumpet di belakang ibunya. But this afternoon,
after kita semua men-support dia karena menangis malu, dia menjadi lebih kuat. Ya,
gua belajar dari Dhela, ketika kita jujur pada diri sendiri dan lingkungan,
maka sebenarnya di sana lah kita bangkit untuk kuat. Dulu, gua pikir dengan
nggak menangis artinya gua tough. But it’s all wrong. I’m just a human being. I
need to cry karena mungkin dari sana lah gua bisa jujur dengan diri gua,
lingkungan, bahkan Tuhan sehingga kekuatan itu datang untuk menopang gua.
Akhir-akhir ini memang ada beberapa kejadian yang
mengajarkan gua untuk lebih jujur kepada diri sendiri. Mungkin Tuhan udah bosan
melihat gua yang sok tangguh padahal kenyataannya cemen. Mungkin. Gua nggak pernah tau apa yang Dia lihat dari gua. Tapi
dari situ, gua kini bisa melihat ke dalam diri gua jauuuuhh lebih dalam dari
sebelumnya, ya kalau gua cuma manusia biasa. Gua bisa merasa sedih, kecewa, takut,
bahagia, marah, dan lainnya. And when I want to express those all, it’s okay. We
no need to hide what we feel, kecuali mau makan hati itu sih urusannya beda.
Self-pride?
Wait up!
Apa sih pride?
Kebanggaan? Kesombongan? Gengsi?
Well, Dhela pun di waktu yang sama membuat gua paham kalau
pride itu bukan ketika lo nggak menangis saat benar-benar merasakan sesuatu. But
pride is when you already shown your best, but you’re still be honest sama diri
sendiri kalau hmm..kamu masih memiliki kekhawatiran dan butuh dukungan. That’s!
Down-to-earth. Humble. Simply, this little girl showed me that pride is being
humble.
So now, gua cuma bisa berbisik sama diri sendiri, “nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan? Now,
kamu bisa menangis dan jujur kepada diri sendiri. Apa yang kamu mau? Apa yang
kamu butuhkan? Kamu harus bersikap seperti apa? Ini belum apa-apa, there’re so many things around you to be
discovered. You just need to be honest, veerrryyyy honest to your self. Look at
the deepest inside. Don’t be shy, don’t be afraid, don’t be lie”.
Yes, rasanya saat ini gua baru bisa yakin untuk nggak
menyesal telah menumpahkan perasaan gua bersama air mata di malam itu. Di malam,
di mana akhirnya gua bisa reveal this hidden feeling...atau mungkin perasaan
yang nggak pernah gua sadari...for years.
Thanks Dhela. Thanks also Dyah yang udah nemenin gua berdo’a
di saat maghrib. Lagi. Bersama air mata.
Nice post sis :)
ReplyDeletethank you, Nurul Imam..salam kenal :)
ReplyDeleteyes sometimes you must free yourself, jangan menahan diri aja :)
ReplyDelete